Maafkan kedua orangtuamu/Kalau tak mampu beli susu/BBM naik tinggi, susu tak terbeli/Orang pintar tarik subsidi/Mungkin bayi kurang gizi.
PENGGALAN lagu berjudul Galang Rambu Anarki milik Iwan Fals yang mulai akrab di telinga penggemarnya di era 80-an itu terdengar di Kantor BPP Oi di kawasan Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat.
Liriknya yang menyindir pemerintah soal kebijakan bahan bakar minyak (BBM) itu terasa masih relevan dengan situasi saat ini, yakni, mengkritik sikap penguasa yang menutup telinga dari teriakan keprihatinan hidup rakyat.
Postingan kali ini adalah kelanjutan dari postingan sebelumnya yang berjudul Fans Club Bisa Jadi PARTAI IDEAL.
Pengurus Mendata formulir keanggotaan Ormas Oi. |
Keberadaan Oi—sebutan penggemar fanatik Iwan Fals--yang didirikan pada 16 Agustus 1999 dianggap sangat membantu, sebab itu menjadi wadah bagi para pecinta musikus Iwan Fals.
Di Oi, mereka bisa melakukan berbagai aksi sosial dan berinteraksi langsung dengan Iwan Fals. “Di Indonesia, baru kami fans club yang berubah menjadi ormas,” ujar Ketua I Bidang Pendidikan dan Latihan BPP Oi Alhafi z Rana.
Sebagai sebuah wadah sekaligus penunjang eksistensi sang idola, keorganisasian Oi sudah tertata rapi. Struktur organisasinya dari pusat hingga ke pelosok, yaitu badan pengurus pusat, wilayah, kota/kabupaten, dan kelompok/desa. “Banyak anggota Oi berasal dari partai politik. Kami perbolehkan asal mereka tak mendoktrin anggota lain dengan misi partai tertentu,” jelas Alhafi z. Anggota Oi pun berasal dari berbagai status sosial, mulai pengamen hingga pejabat.
“Pak Amien Rais pun pernah mengunjungi kami. Banyak sih pejabat yang datang. Apalagi menjelang pemilu kada,” cetusnya. Oi juga memiliki agenda rapat bulanan hingga tahunan. Sebagai wadah interaksi penggemar, Oi selalu menjadi bagian dari pergelaran konser Iwan Fals. Tahun lalu, saat Iwan Fals konser di delapan kota dan konser Kantata Barock, anggota Oi, dilibatkan sekaligus diajak menanam pohon tanpa dibayar. Yang lebih terasa lagi, saat merayakan hari ulang tahun musikus bernama lengkap Virgiawan Listanto setiap 3 September, anggota Oi berdatangan dari berbagai daerah. “Wah, kalau udah ulang tahun Mas Iwan, ribuan deh yang ngucapin selamat,” timpal Wakil Ketua Bidang Olahraga dan Kepemudaan BPP Oi Kurniawan Budi. “Kami membuat spanduk, panel, bendera, dan sebagainya. Kami juga sebagai event organizer, tanpa meminta bayaran,” papar Budi. “Saya juga tidak minta dibayar saat dilibatkan di pembuatan video klip Rock makin Tinggi, enggak masalah yang penting senang,” kata Ilham, anggota fans club grup band Jamrud (Jamers).
Atribut
Memang, loyalitas para fans club tidak diragukan lagi. “Kami punya atribut yang menjadi ciri, yaitu kaus hitam dan di belakangnya tertera nama dan lambang Jamers sebagai penanda dari kota mana mereka berasal,” ujar Ilham lagi.
Sore itu, rumah yang disebut Pulau Biru juga tampak dikunjungi beberapa pemuda. Mereka asyik bertukar cerita dan bermain musik. Beberapa terlihat sedang memilih aksesori seperti kaus, jaket, dan stiker. Pulau Biru, yang merupakan rumah personel band Slank Bimbim, sudah lama dijadikan tempat berkumpul para Slankers--penggemar Slank. Sampai saat ini, Slankers sudah mempunyai 119 cabang di Indonesia, termasuk Timor Leste, Singapura, dan Kuala Lumpur. “Anggota yang resmi mendaftar hampir 270 ribu orang. Yang memilih tidak mendaftar juga tak kalah banyak,” kata Firman Abadi yang akrab dipanggil Dibo Piss, Ketua Umum Slanker Jakarta. Bahkan, agar punya kartu anggota nasional, Slanker harus membayar Rp20 ribu. Mereka mengisi formulir dan memberi pas foto. Sebagian besar anggota rajin bertandang ke Pulau Biru. Mereka datang untuk saling
mengenal, bertukar informasi terutama mengenai musik, dan yang paling penting hadir dalam konser-konser Slank. Bagi mereka, atribut berbau Slank sepertinya menjadi kewajiban untuk dimiliki, terutama kaset, VCD, DVD, kaus, jaket, emblem, dan stiker. Mereka rela mengeluarkan uang sebagai bentuk dukungan dan kecintaan kepada sang idola.
Lain halnya dengan kebanyakan kader politik di Indonesia yang masuk partai tertentu untuk cari ladang penghidupan, bukan untuk mengabdi kepada rakyat. Tak dapat dimungkiri, fan musik ternyata lebih loyal daripada kader partai politik. Fan musik rela memberi apa yang ia miliki demi eksistensi idolanya yang kebanyakan memiliki idealisme segar. Hal itu tentu jauh berbeda dengan cara-cara partai politik yang justru harus mengeluarkan banyak uang untuk membeli loyalitas masyarakat demi kepentingan praktis sesaat.
Habis.
Sumber : Media Indonesia