Di Depan Ka’bah, Berdoa agar Jadi Penyanyi Terkenal
Musisi kondang Iwan Fals dijadwalkan mengunjungi 99 pesantren di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Angka 99 merujuk pada Asma’ul Husna, yaitu nama-nama agung Allah SWT. Ia tak hanya bernyanyi, tetapi juga berdialog dengan para santri di setiap pesantren yang dikunjunginya.
MASA muda Virgiawan Listanto yang lebih dikenal dengan Iwan Fals penuh pemberontakan. Selain lewat penampilannya sehari-hari yang bisa dilihat dari rambut gondrongnya atau dandanannya yang semrawut, pemberontakannya juga dituangkan dalam syair lagu yang dibawakannya.
Siapa pun tak akan menepis anggapan bahwa dia adalah musisi yang sangat berani mencipta lagu-lagu dengan kritik sangat pedas bagi penguasa waktu itu. Contohnya, ’’Bongkar’’ yang membuat murka penguasa.
’’Kalau cinta sudah dibuang/Jangan harap keadilan akan datang/Kesedihan hanya tontonan/Bagi mereka yang diperkuda jabatan...’’
Lihat pula ekspresi kegalauan Iwan Fals melihat realita sosial sehari-hari lewat ’’Bunga Trotoar’’;
’’Bunga bunga kehidupan/Tumbuh subur di trotoar/Mekar liar di mana mana/Langkah langkah garang datang/
Hancurkan wanginya kembang/Engkau diam tak berdaya/Bungaku, bunga liar/Bungaku, bunga trotoar/Menggelar aneka barang/Menggelar mimpi yang panjang/Kaki lima menggelar resah/Di emperan toko besar...”
Yudi Noor Hadiyanto, penulis buku ’’Menelisik Perjalanan Batin Iwan Fals’’ mengemukakan, banyak lagu yang dicipta atau dibawakan Iwan Fals sarat kritik sosial dan perenungan (kontemplasi) atas kejadian dalam kehidupan sehari-hari.
”Iwan Fals belajar tentang makna, hakikat, dan fungsi seni bagi kehidupan dari guru sekaligus kawannya, yaitu WS Rendra. Di Bengkel Teater, Iwan tidak hanya belajar tentang kehidupan. Di sana pula ia mengenal sosok-sosok yang sangat membantunya ketika sedang mengalami masalah,” katanya.
Yudi mengutarakan, Iwan Fals sering menyuguhkan warna musik yang berakar dari teater. Lagu-lagu Iwan seringkali menjadi media untuk mengekspresikan berbagai kritik sosial serta perlawanan atas ketidakadilan dan kesewenang-wenangan.
Jejak Spiritual
Iwan Fals kini menjadi sosok yang sangat bersahaja. Ia sering berkunjung atau bersilaturahmi ke pondok-pondok pesantren. Kali ini, melalui paket acara yang dikemas sedemikian rupa dalam ’’Xtraligi Perjalanan Spiritual Iwan Fals dan Ki Ageng Ganjur ke Pesantren’’, Iwan menyambangi hampir seratusan pesantren di Indonesia.
Sukirno, anggota tim produksi dari Sanggar Ki Ageng Ganjur mengatakan, 99 pesantren di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan telah dijadwalkan untuk dikunjungi Iwan bersama Dr Zastrow al-Ngatawi.
”Pondok Pesantren Darul Falah, Jekulo, Kudus, merupakan pesantren ke-51 yang dikunjunginya,’’ terangnya.
Apa latar belakang yang membuat Iwan Fals kental dengan nilai-nilai spiritualitas dalam mengarungi kehidupannya, baik sebagai pribadi maupun musisi?
Banyak hal, tentunya. Mulai dari realita sosial yang dilihatnya sehari-hari, pertemuannya dengan banyak tokoh seperti WS Rendra, Setiawan Djody, Sawung Jabo, Jocky S Suryoprayogo, Antok Baret, dan lainnya. Peristiwa kehilangan putra yang sangat dicintainya, Galang Rambu Anarki, juga menjadi salah satu faktor. Namun, barangkali tak banyak yang tahu, saat kecil, yakni selepas Sekolah Dasar (SD), Iwan pernah pindah ke Jeddah (Arab Saudi).
ëíIwan kecil di Arab Saudi selama delapan bulan. Dia pernah bersujud di depan Kaíbah, berdoa kepada Allah SWT agar ditunjukkan jalan menjadi penyanyi terkenal,íí kisah Yudi.
Pernah hidup di Arab Saudi hanya salah satu fase hidup yang dilakoni Iwan Fals. Selebihnya, pengalaman hidupnyalah yang menempanya hingga ia menjadi orang yang istiqamah, berjuang menyuarakan ketidakadilan dan ’’berdakwah’’ dengan gitarnya.
’’Berjamaah menyebut asma Allah/Saling asah saling asih saling asuh/Berdoíalah sambil berusaha/Agar hidup tak jadi sia-sia/Badan sehat jiwa sehat/Hanya itu yang kami mau/Hidup berkah penuh gairah/Mudah-mudahan Allah setuju/Inilah lagu pujian nasehat dan pengharapan/Dari hati yang pernah mati/Kini hidup kembali.”
Bait-bait syair lagu ’’Doa’’ itu menjadi penanda spiritualitas Iwan Fals, manifestasi pengharapan dari keinginannya menjadi jamaah sejati di hadapan Allah SWT serta saling asah, asih, dan asuh antara satu dan lainnya, dengan kasih sayang sebagai modal utama.
Kini, Iwan Fals menjejakkan kembali langkah-langkahnya di pesantren-pesantren, untuk bersilaturahmi, berdialog, dan saling mengingatkan akan amar ma’ruf dan nahi munkar di depan para santri. Dan tak lupa, ia pun berdakwah dengan gitar dan suaranya.
Ya, Iwan Fals mampu menghadirkan nilai-nilai spiritualitas melalui gitar dan alunan lagunya.
Dalam pandangan Sastrowardojo, Iwan Fals adalah musisi yang mampu menghadirkan renungan-renungan penghayatan mengenai Tuhan.
”Lagu-lagu Iwan Fals juga mengandung pengalaman mistik, dan renungan-renungan lain hingga pada kesadaran hidup yang hakiki,” jelas Sastrowardojo sebagaimana dikutip Yudi Noor Hadyanto. (Rosidi-59)
Sumber : SM