Belajar dari Iwan Fals
Oleh Anton Prasetyo
Iwan Fals |
Kendati demikian berbeda dengan lelaki kelahiran kelahiran Jakarta 3 September 1961 ini. di sela-sela konser religinya yang bertema Perjalanan Spiritual Iwan Fals pada Senin (19/4) di lapangan sekitar Kompleks Pondok Pesantren Mamba-ul Huda. Pajomblangan Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan ini, dirinya mengatakan akan mendirikan pondok pesantren al-Fals.
Dalam perjalanan spiritualnya. dirinya berkunjung ke PP Raudhatut Att Rembang pada Rabu. 21 April, PP Hasyim Asyaart Pati pada Kamis. 22 April, PP Ar-raudlah Jepara pada Jumat, 23 April, dan PP Al Falah Banyumas pada Rabu. 28 April mendatang.Langkah ini adalah sebagi bentuk ekspresi jalan hidupnya yang ingin mengarah dan terus mendekat kepada ajaran agama. Dirinya Juga terinspirasi dari beragam pengalamannya saat berkunjung-silaurahmi ke berbagai pondok pesantren.Menurutnya, di dalam pesantren terdapat nuansa-nuansa kedamaian yang tak terdapat pada instansi dan/atau tempat lain. Bahkan dirinyajuga mengagumi metode belajar yang digunakan di pesantren, termasuk musik-musik alami yang diperdengarkan spontan para santri saatmengikuti kegiatan belajar-mengajar (ba- ca ngaji).
Dirinya mengaku begitu tertarik dan seakan mendapat panggilan untuk selalu mendekat kepada jalan agama semenjak dirinya melaksanakan ibadah yang menjadi rukun Islam terakhir, menunaikan panggilan Allah, berhaji ke Baitullah Makkah al-Mukaramah, satu tahun lalu.Di samping itu dirinya juga bertemu dengan orang-orang yang dekat dengan pesantren dan keagamaan semisal Zas-trouw al-Ngatawi yang pernah menjadi asisten pribadi Gus Dur itu.Kendati perbedan jalan antara menjadi seorang musisi dan Kiai terkesan sangat mencolok, namun dipastikan publik menerima dengan legowo saat penyanyi yang nama aslinya Virgiawan Listanto itu berkeinginan mendirikan pondok pesantren dan secara otomatis dirinya menjadi seorang kiai.
Memang dari segi intelektual antara Iwan Fals yang notabene adalah penyanyi dan kiai tentu berbeda. Iwan Fals sangat mahir dengan dunia musisi dan awam dengan keilmuan keagamaan. Begitu sebaliknya, mayoritas kiai sangat mumpuni dalam keilmuan agama namun minim dalam bidang musiknya.Hanya saja ada titik temu antara sosok Iwan Fals yang selama ini dikenal publik dengan sosok kiai. Sosok Iwan Fals selalu bersahaja dan bersifat jujur kepada siapa saja. Bahkan kejujuran dan kesahajaan-nya dapat terlihat dari lirik-lirik lagunya yang sederhana. Dari kesederhanaan ini malah menjadikan karya-karyanya mudah diserap dan dicerna oleh siapa saja, hingga orang awam. Banyak lagu-lagu Iwan Fals yang menjadikan pende-ngarnya merenung dan tersadar. Bahkan mutakhir Zastrouw al Ngatawi mencoba memberi tafsir agama pada syair-syair lagu Iwan Fals dengan memperkuat pesan moral.
Di sinilah titik kesamaannya dengan seorang kial. Seorang kiai meskipun melaut pengetahuannya tentang ilmu agama dan kadangjuga ilmu umum, namun dirinya selalu santun dan berupaya menyampaikan pesan-pcsannya dengan santun, tidak ndakik-ndakik. Mereka selalu bisa bersifat lolerantif kepada orang yang dihadapinya, memberikan pengajl-an-pcngajian sesuai dengan bahasa audiensnya. Sehingga dari sini audicsn sebagai sasaran dakwahnya pun akan dengan mudah menangkap pesan yang disampaikan kiai sehingga akan diserap dan diikuti setelah dlrenungkannya.
Lihatlah, betapa Iwan Fals dalam menyampaikan lagunya sangat bersahaja, layaknya seorang Wai memberi ceramah kepada masyarakat awam, pada masa orde baru, saat dirinya sedang gencar-gencarnya menyuarakan perlawanan atas ketidakberesan sosial, termasuk pemerintah, konser-konsernya sempat tidak diberi ijin. Namun begitu dirinya tak patah arang untuk terus berjuang, sebagaimana yang dijelaskan teman akrabnya. Fajar Budiman yang pernah berprofesi menjadi wartawan Mingguan Mutiara. Sinar Harapan Grup, saat itu Iwan Fals berkeinginan menghentikan aktivitas di dunia permusikan dan akan menjadi wartawan. Hanya saja niatan tersebut dicegah beberapa pihak dan akhirnya dirinya tetap menekuni dunia musik.
Di samping itu, lagu-lagu kritik sosial yang digencarkan Iwan Fals semenjak awal adalah bentuk nyata betapa Iwan Fals dalam menjalani hidupnya sangat mengidamkan menjadi orang yang berguna. Sebagai seorang musisi dirinyamampu menyerap tanda-tanda ketidakberesan perjalanan kehidupan dan meng-kriliknya sesuai dengan kebisaan yang dlanugerahkan Tuhan kepadanya.Melihat realita betapa tingkah laku Iwan Fals yang Juga akrab dipanggil Bang Iwan Fals tak bertolak dengan nilai-nilai ajaran islam, maka tak ada salahnya jika dirinya menginginkan mendirikan pondok pesantren.
Tidak ada salahnya pula publik memanggilnya sebagai kial. Namun demikian bukanlah gelar kial atau mendirikan pondok pesantren bagi seorang Iwan Fals yang perlu menjadi perhatian. Terlebih dari itu (hingga tulisan ini dibuat). Iwan Fals perlu menjadi tauladan banyak orang. Tak hanya bagi publik dan juga kalangan musisi yang seprofesi dengannya. Para kiai pun pada sisi-sisi tertentu harus mencontoh akhlakul mahmudah-nya Iwan Fals.Kenapa juga kiai yang harus menau-I.nl.nn Iwan Fals? Jika membuka lembaran warta yang ada dimedia cetak serta elektronik, ternyata tak hanya orang awam (baca artis, pengusaha dan sebagainya) yang gandrung dengan dunia politik, para kiai pun ikut ribut.
Hanya karena jabatan sesaat dan gaji tak seberapa terlihat banyak kiai yang terjun ke dunia politik dan terkesan mengesampingkan pondok pesantren yang sebelumnya dijadikan tempat pengabdian kepada Allah.Wusana kata, langkah Iwan Fals yang ingin mendirikan pondok pesantren perlu mendapat apresiasi. Bukan karena dirinya telah haji dan lain sebagainya, namun karena kesalihan niatnya dan mampu melawan arus kadonyan-lah yang patut dibanggakan. Wallahu alam.
(Penulis adalah Ketua Jamiyyah Qur-rawal Huffad PP Nurul Ummah Yogyakarta)